Rabu, 05 Februari 2014

Benarkah Budaya Korupsi Sudah Menjadi Kebudayaan?








Benarkah Budaya Korupsi Sudah Menjadi Kebudayaan?
        Kita sering mendengar berita korupsi baik di media surat kabar maupun media elektronik di negeri ini. Sehingga persoalan korupsi seolah-olah menjelma sebagai budaya di Indonesia. Korupsi sudah menjadi bagian dari “budaya” bangsa.
Korupsi telah menancap kuat pada sendi-sendi kehidupan Negara dan memungkinkan akan menjadi budaya baru dalam hidup bernegara. Fenomena ini patut di perhatikan dan diwaspadai secara serius karena dampak dari tindakan korupsi tidak hanya sekedar merugikan keuangan Negara namun lebih dari itu, menciptakan kemiskinan, menciptakan pengangguran dan memicu tindakan kriminalitas, bahkan mengubur masa depan baangsa.
hal yang jelas adalah bahwa korupsi yang terjadi dalam level manapun merupakan hal yang dapat menghancurkan nilai-nilai etika serta norma sosial dan nilai agama, sehingga dapat menjadi prilaku yang mengkorupsi budaya, dan ketika secara bertahap atau sekaligus diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang wajar, maka disitu telah terjadi korupsi budaya yang kemudian membentuk budaya korupsi.
Mental Korupsi Telah membudaya
    Korupsi di Indonesia seakan-akan menjadi kebutuhan seperti makanan pokok yang di konsumsi oleh semua lapisan penyelenggara Negara dan lapisan masyarakat kecil, korupsi seakan – akan sudah menjadi kebudayaan yang legal dan tidak dilarang baik dari pandangan agama maupun hukum.
Kita bisa temui disekeliling kita, mulai dari hal yang terkecil seperti membeli buah dipasar yang menggunakan timbangan yang terkadang juga tidak tepat timbanganya, naluri penipu dan mental korupsi sudah membudaya sampai kelapisan masyarakat kecil.
     Mental korupsi ternyata tanpa kita sadari sudah mulai ditanamkan pada masyarakat. Semua aktivitas di indonesia ternyata tidak pernah lepas dari yang namanya praktek korupsi.Korupsi seakan menjadi cerminan dari kepribadian bangsa itu sendiri apakah sudah menjadi budaya atau bukan itu semua tergantung masyarakat yang menilai. Mengatasi persoalan korupsi ini merupakan tugas yang sangat berat, akan tetapi tidak mustahil untuk di lakukan. Dibutuhkan tekad yang kuat, kesungguhan dan keinginan bersama dari semua kalangan masyarakat untuk mengatasi hadirnya budaya korupsi sebagai karakter bangsa.
       Benarkah korupsi sudah membudaya di negeri ini? Maksudnya korupsi di kalangan pemangku kekuasaan alias birokrasi dengan seluruh aparat hukum pendukungnya, apapun bentuknya dan pada tingkat manapun pemangku kekuasaan itu berada? Ini pastilah pertanyaan yang sulit untuk dijawab, apalagi untuk dibuktikan. Sulit, karena memang tidak ada satu cara atau metode yang benar-benar jitu dan akurat untuk mencari tahu apakah pertanyaan sekaligus sinyalemen diatas benar adanya.
Mengakhiri budaya korupsi hanya bisa diwujudkan dengan menegakan budaya etika dan integritas. Lalu, menjadikan hukum sebagai panglima. Korupsi tidak boleh di lindungi. Sebab, semakin dilindungi, semakin menjadi budaya permanen yang abadi kekuatanya. Selama budaya etika dan integritas tidak kuat dalam berbangsa dan bernegara maka semua upaya pemberantasan korupsi akan sia-sia. Setiap warga Negara wajib berkontribusi untuk menghentikan budaya korupsi. Selain itu sangatlah di perlukan integritas dan konsistensi pemerintah bersama semua lembaga tinggi dan tertinggi Negara untuk membangun sistem, tata kelola dan kebijakan yang membuat korupsi tidak berdaya.
Menghapus budaya korupsi haruslah dengan membangun mindset,bahwa jabatan adalah alat untuk pelayanan dari integritas, dan bukan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan. Sudah waktunya untuk mengakhiri budaya korupsi. Bila tidak segera mengambil langkah-langkah untuk menghapus budaya korupsi, maka setiap orang berpotensi di jadikan hamba korupsi oleh sistem kehidupan dalam budaya korupsi.

Sabtu, 01 Februari 2014

makan gak makan asal kumpul









MAKAN GAK MAKAN ASAL KUMPUL”

Mendengar kata ini sepintas kita teringat lagunya SLANK .Makan gak makan asal kumpul
Kadang ada beberapa orang yang mengatakan itu agak keliru karena males dong orang-orang itu cuma mau kumpu
ae. Tetapi mari kita lihat lebih jauh lagi, bahwa sebenarnya itu mengisaratkan untuk kumpul untuk bersatu dan tidak terpecah belah dan Negara ini membutuhkan kita semua untuk kumpul, untuk bersatu, tidak saling sikut-sikutan, jegal-jegalan. Jangan sampai karena ada iming-iming makanan dari Negara lain terus rela tidak bersatu dengan Negara ini. Yang penting bersatu dulu selanjutnya cari sisa-sisa makanan di Negeri ini.
Bukan beranggapan kalau cuma kumpul kapan makannya, kita akan mati. Tetapi mari kita beranggapan persatuan lebih penting dari sekedar makan. Karena makan itu hal sepele bahkan orang yang tidak memiliki uang itupun bisa makan dirumahnya sendiri. Apa lagi rumah kita sebesar ini lahan kosongnya yang bisa dengan mudah ditanami padi, jagung, ketela pohon, sagu, tebu, dsb. Kenapa harus takuk tidak bisa makan.

Secara Epistemology.
Makan ga makan asal kumpul, adalah istilah yang tentu tidak asing lagi bagi orang2 Jawa bahkan  sudah melegenda, hal ini  kalau boleh saya usulkan ke pemerintah agar di jadikan Istilah yg me Nasional. Kapan dan siapakah yg mencetuskan konsep yang  begitu filosofikal ini, saya tidak tahu persis, lalu apahkah prilaku ini masih relevan di zamanTablet ini?. Terlepas dari relevansi2nya, itu bukan yg menjadi atensi  saya.  Bagi saya yg menjadi daya tarik adalah kata Makan itu sendiri.
“ MAKAN”  siapa sih yang tidak mengerti apa itu Makan, namun tidak se naif yang kalian bayangkan. Kata / istilah “Makan” ternyata mempunyai arti, makna dan fungsi yg bermacam2 bagi bangsa. Dalam kamus makan diartikan sebaga mengkonsumsi/ memasukan ke dalam mulut lalu me nelanya sebagai  gizi pertumbuhanya.
Secara tidak sadar pun peribasa tersebut begitu akrab karena terus diucapkan dan didengarkan secara berulang. Dan hal itu pun memberi dampak yang cukup besar bagi pola pikir dan pola hidup seseorang atau dalam sebuah kelompol. Sebagian orang tentu memiliki ruang tersendiri bagi kenangan akan kebersamaan bersama kawan-kawan atau keluarga. Hal ini tentu sangatlah mahal jika dibeli dengan uang rupiah, atau dolar sekalipun.

Bangsa Indonesia dan rasa kebersamaan adalah ibarat sebuah pohon dan air. Bangsa indonesia sebagai pohon akan mati tanpa adanya air dan air tetaplah menjadi air tanpa adanya pohon. Bangsa Indonesia dengan berbagai macam sukubangsa dan kebudayaannya tak akan menjadi bangsa yang berdiri gagah layaknya pohon kelapa yang kuat saat diterjang oleh hempasan angin laut.

Dapat dibayangkan, bagaimana jadinya jika bangsa Indonesia hidup tanpa kebersamaan. Sikap apatis pun akan tumbuh subur dimana-mana. Berbeda jika rasa kebersamaan terus tumbuh dan mendarah daging dalam cara pandang masyarakatnya. Dan Harapan untuk menjadi bangsa yang kuat dan tangguh pun terwujud.

Secara Aksiology.

Kali ini dapat diambil sebuah contoh dari motivasi hidup “Makan gak makan asal kumpul” dan harapan untuk menjadi sebuah bangsa yang kuat dan tangguh. Tidak begitu jauh kita mengambil contoh, wakil rakyat atau seseorang yang banyak dipercaya oleh banyak orang untuk mengemban tanggungjawab bersama pun sudah menerapkan konsep “Makan gak makan asal kumpul” dengan sangat baik. Hingga pada akhirnya mereka menjadi sebuah kelompok atau bangsa yang cukup kuat dan tangguh untuk rawe-rawe rantas menjalankan tujuan sebuah bangsa, bangsa koruptor.

“MAKAN GAK MAKAN ASAL KUMPUL TAPI KITA KUMPUL UNTUK MAKAN”


Nama :DODIK TRI WAHYU SETIAWAN
Nim: 11205540020
FAKULTAS :SOSPOL
PRODI :ILMU KOMUNIKAS UNIVERSITAS ISLAM BALITAR

Jumat, 24 Januari 2014

SINOPSIS FILM THE CROODS

Directed by: Kirk DeMicco, Chris Sanders
Cast: Nicolas Cage, Ryan Reynolds, Emma Stone, Catherine Keener, Cloris Leachman, Clark Duke
Duration: 98 min
Language: ENGLISH
Genre: COMEDY ANIMATION
Rating: SU

Di suatu masa yang disebut dengan Croodacious, alam dan makhluk hidup masih dalam proses evolusi. Zaman tersebut dapat dikatakan zaman purbakala. Disana, hiduplah sebuah keluarga Croods. Grug (Nicolas Cage) dan istrinya, Ugga (Catherine Keener) yang hidup bersama ketiga orang anaknya, Eep (Emma Stone), Thunk (Clark Duke), Sandy (Randy Thom), dan ibu dari Ugga, Gran (Cloris Leachman).
Setiap gerak-gerik keluarga Croods selalu dibawah komando Grug. Mereka tinggal di dalam gua selama berminggu-minggu, dan sesekali keluar untuk berburu makanan. Grug berpendapat bahwa dunia di luar tempat persembunyian mereka sangatlah berbahaya. Sementara Eep, selalu haus akan petualangan. Eep selalu ingin tahu tentang dunia luar, dan mencari cahaya, mengingat gua, tempat mereka menghabiskan waktu selama ini sangat jauh dari keberadaan cahaya.
Kedekatan keluarga Croods dengan kegelapan membuat Eep bosan. Hingga pada suatu malam saat seluruh keluarganya tertidur, Eep menyelinap keluar. Tak diduga, Eep bertemu dengan Guy. Pertemuan dengan manusia lain membuat Eep terkejut dan bingung. Guy adalah keluarga lain yang hidup pada masa itu, namun sayangnya, Guy hanya sendiri karena keluarganya telah tiada.
Drama dimulai saat sebuah bencana alam dahsyat terpaksa membuat keluarga Croods harus mencari tempat persembunyian lain karena gua yang selama ini mereka tempati telah hancur. Disana pun perselisihan antara Eep dan Grug semakin menjadi-jadi, ditambah lagi dengan hadirnya Guy, orang baru yang pemikirannya bertolak belakang dengan Grug
Sepintas, alur kisahnya menarik sekali. Sebagai penonton, kita diajak berpikir agar jangan seperti katak dalam tempurung. Jangan takut untuk menuju masa depan yang cerah. Buat anak-anak yang menonton pun menarik, apalagi dibumbui oleh gambar-gambar kelam tentang kehidupan manusia gua yang hanya menggunakan kekuatan fisik dan menggunakan hukum alam. Sementara begitu Guy muncul, nampak panorama indah penuh dengan warna ditampilkan begitu indah.
sukses itu bersyukur setiap saat karena sukses tidak diukur dengan materi,ukuran sukses ada dalam diri kita sendiri.